Sistem saraf manusia terdiri dari miliaran neuron yang saling terhubung melalui sinapsis untuk mengirimkan dan menerima impuls listrik. Neuron-neuron ini membentuk jaringan komunikasi yang menjadi dasar kesadaran, pengambilan keputusan, dan respon terhadap lingkungan (Kandel et al., 2013).
Dalam analogi digital, perangkat pintar , sensor IoT , dan server komputasi awan berperan sebagai " neuron digital " yang membentuk jaringan besar, yaitu internet. Jaringan ini tidak hanya menghubungkan perangkat, tetapi juga manusia sebagai simpul informasi. Data adalah impuls digital yang terus bergerak dalam ekosistem ini, membentuk arsitektur sistem komunikasi baru yang menyerupai struktur saraf manusia.
Kurzweil (2005) dalam The Singularity is Near menyebut transformasi ini sebagai titik di mana mesin dan manusia mulai berintegrasi dalam sistem kognitif bersama, sebuah cikal bakal dari superintelligence .
Karakteristik Era Digital Neuron
- Keterhubungan Total ( Total Connectivity )
Menurut Schwab (2016) dalam The Fourth Industrial Revolution , keterhubungan total adalah ciri utama era digital. Dalam masyarakat 5.0 dan dunia yang dikuasai IoT, setiap objek fisik terhubung ke dunia digital dan saling bertukar data secara otomatis (Fukuyama, 2018). - Pemrosesan Real-Time Pemrosesan data dalam skala besar dan waktu nyata ( real-time processor ) kini menjadi fondasi teknologi digital. Teknologi edge computing dan cloud computing memungkinkan data dianalisis dan direspons dalam waktu nyaris seketika (Shi et al., 2016).
- Kecerdasan Buatan
AI dan pembelajaran mesin telah berkembang dari sistem berbasis aturan menuju sistem berbasis pembelajaran. Dalam banyak aspek, sistem ini meniru struktur jaringan saraf manusia, sebagaimana dikembangkan dalam jaringan saraf tiruan (LeCun, Bengio, & Hinton, 2015). - Kesadaran Jaringan ( Networked Consciousness )
Floridi (2014) menyebut infosfer sebagai ruang baru eksistensi digital, di mana kesadaran manusia tidak lagi terbatas pada individu, tetapi melebur dalam jaringan informasi global yang saling mempengaruhi.
Menurut Schwab (2016) dalam The Fourth Industrial Revolution , keterhubungan total adalah ciri utama era digital. Dalam masyarakat 5.0 dan dunia yang dikuasai IoT, setiap objek fisik terhubung ke dunia digital dan saling bertukar data secara otomatis (Fukuyama, 2018).
AI dan pembelajaran mesin telah berkembang dari sistem berbasis aturan menuju sistem berbasis pembelajaran. Dalam banyak aspek, sistem ini meniru struktur jaringan saraf manusia, sebagaimana dikembangkan dalam jaringan saraf tiruan (LeCun, Bengio, & Hinton, 2015).
Floridi (2014) menyebut infosfer sebagai ruang baru eksistensi digital, di mana kesadaran manusia tidak lagi terbatas pada individu, tetapi melebur dalam jaringan informasi global yang saling mempengaruhi.
Dampak Era Digital Neuron terhadap Kehidupan
- Pendidikan Digital dan Pembelajaran Adaptif
Digitalisasi memungkinkan terciptanya model pembelajaran adaptif, di mana data siswa dianalisis untuk menentukan strategi belajar yang paling sesuai (Luckin et al., 2016). Peran guru berubah menjadi fasilitator dalam ekosistem pembelajaran yang lebih personal, fleksibel, dan terhubung. - Polarisasi Informasi dan Bias Algoritma
Keterhubungan informasi yang ekstrem juga menciptakan filter bubble dan echo chamber , di mana individu hanya terpapar pada informasi yang memperkuat keyakinannya (Pariser, 2011). Hal ini diperparah oleh bias algoritma yang dikembangkan tanpa keadilan data. - Etika dan Privasi
Era Digital Neuron menuntut tata kelola yang kuat terkait privasi, keamanan data, dan etika penggunaan teknologi. Tanpa pengaturan yang memadai, sistem dapat mengarah pada pengawasan massal atau manipulasi digital (Zuboff, 2019). - Kesehatan Mental dan Kesejahteraan Digital Keterhubungan konstan dapat memicu stres digital, kelelahan informasi, dan penurunan kapasitas refleksi. WHO (2020) telah mengidentifikasi penggunaan gawai yang berlebihan sebagai faktor risiko gangguan psikososial.
Digitalisasi memungkinkan terciptanya model pembelajaran adaptif, di mana data siswa dianalisis untuk menentukan strategi belajar yang paling sesuai (Luckin et al., 2016). Peran guru berubah menjadi fasilitator dalam ekosistem pembelajaran yang lebih personal, fleksibel, dan terhubung.
Keterhubungan informasi yang ekstrem juga menciptakan filter bubble dan echo chamber , di mana individu hanya terpapar pada informasi yang memperkuat keyakinannya (Pariser, 2011). Hal ini diperparah oleh bias algoritma yang dikembangkan tanpa keadilan data.
Era Digital Neuron menuntut tata kelola yang kuat terkait privasi, keamanan data, dan etika penggunaan teknologi. Tanpa pengaturan yang memadai, sistem dapat mengarah pada pengawasan massal atau manipulasi digital (Zuboff, 2019).
Masa Depan Digital (Tantangan dan Peluang)
Brain-Computer Interface (BCI) seperti yang dikembangkan Neuralink dapat menjadi jembatan langsung antara sistem saraf manusia dan perangkat digital, membuka kemungkinan integrasi kesadaran biologi dan digital (Musk, 2019).
Smart Society berbasis AI dan Big Data dapat menciptakan tata kelola yang lebih presisi, namun juga menyimpan risiko bias struktural dan pengambilan keputusan tanpa akuntabilitas manusia.
Digital Twin dan metaverse berpotensi menciptakan dunia paralel di mana interaksi sosial dan ekonomi sepenuhnya berbasis simulasi digital (Schroeder, 2011).
Era Digital Neuron bukan hanya kemajuan teknologi, melainkan pergeseran cara manusia hadir di dunia. Teknologi digital telah menjadi sistem saraf eksternal manusia. Namun, seperti sistem saraf yang sehat memerlukan kesadaran dan kendali, sistem digital pun memerlukan nilai-nilai kemanusiaan, etika, dan refleksi kritis .
Menjadi bagian dari era ini tidak cukup hanya dengan menguasai teknologi, tetapi perlu kesadaran digital yang bijak agar manusia tetap menjadi pengontrol dalam jaringan yang semakin kompleks, bukan sekadar sinyal dalam sistem yang mengabaikan jiwa.
Referensi:
Floridi, L. (2014). The Fourth Revolution: How the Infosphere is Reshaping Human Reality. Oxford University Press.
Fukuyama, M. (2018). Society 5.0: Aiming for a New Human-Centered Society. Japan SPOTLIGHT, 27–34.
Kandel, E. R., Schwartz, J. H., & Jessell, T. M. (2013). Principles of Neural Science (5th ed.). McGraw-Hill.
Kurzweil, R. (2005). The Singularity is Near: When Humans Transcend Biology. Viking Press.
LeCun, Y., Bengio, Y., & Hinton, G. (2015). Deep learning. Nature, 521(7553), 436–444.
Luckin, R., et al. (2016). Intelligence Unleashed: An Argument for AI in Education. Pearson Education.
Musk, E. (2019). An integrated brain-machine interface platform with thousands of channels. Journal of Medical Internet Research, 21(10).
Pariser, E. (2011). The Filter Bubble: What the Internet Is Hiding from You. Penguin Press.
Pariser, E. (2011). The Filter Bubble: What the Internet Is Hiding from You. Penguin Press.
Schwab, K. (2016). The Fourth Industrial Revolution. World Economic Forum.
Shi, W., Cao, J., Zhang, Q., Li, Y., & Xu, L. (2016). Edge computing: Vision and challenges. IEEE Internet of Things Journal, 3(5), 637–646.WHO. (2020). Guidelines on Digital Health Interventions for Health System Strengthening. World Health Organization
WHO. (2020). Guidelines on Digital Health Interventions for Health System Strengthening. World Health Organization.
Zuboff, S. (2019). The Age of Surveillance Capitalism. PublicAffairs.
Schroeder, R. (2011). Being There Together: Social Interaction in Shared Virtual Environments. Oxford University Press.
.png)
No comments:
Post a Comment