Saturday, August 16, 2025

Refleksi Pendidik: Bela Negara di Era Digital

Syaiful Rahman, S.Pd., M.Pd.
Guru SMA Negeri Plus Sukowono, Jember

Bayangkanlah, dahulu para pahlawan kita berjuang dengan bambu runcing, peluru, dan semangat menyala untuk mempertahankan kemerdekaan. Mereka menghadapi musuh yang nyata, hadir di medan perang, dan rela mengorbankan segalanya demi tanah air. Namun hari ini, ketika zaman bergerak dengan begitu cepat, wajah musuh itu berubah, tak lagi selalu datang dengan senjata, melainkan dengan banjir informasi yang menyesatkan, serangan siber yang tak kasat mata, dan propaganda yang perlahan mengikis cinta tanah air.

Sebagai pendidik, pernahkah kita merenung: bagaimana wujud bela negara di ruang kelas hari ini? Apakah cukup dengan mengajarkan matematika, sains, atau bahasa? Atau ada tanggung jawab moral yang jauh lebih besar, yakni menjaga kesadaran kebangsaan generasi muda di tengah derasnya arus digital?

Bela Negara: Hakikat dan Kewajiban Kita

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 menegaskan bahwa bela negara adalah hak sekaligus kewajiban setiap warga negara. Artinya, bela negara bukan hanya tugas tentara di medan pertempuran, tetapi juga tugas guru di ruang kelas, pelajar, mahasiswa, orang tua, masyarakat hingga birokrat dalam pelayanan publik.

Permenhan Nomor 8 Tahun 2022 bahkan menegaskan bahwa sekolah adalah ruang strategis pembinaan bela negara. Ini adalah pesan kuat: pendidikan tidak hanya mencerdaskan otak, tetapi juga membentuk hati, meneguhkan jiwa, dan menanamkan kesetiaan kepada Pancasila serta Indonesia.

Era VUCA dan Banjir Informasi sebagai Ujian Kebangsaan

Hari ini, kita hidup di era VUCA: perubahan yang cepat (Volatility), ketidakpastian (Uncertainty), kompleksitas (Complexity), dan ambiguitas (Ambiguity). Dalam situasi ini, kebenaran sering kabur di antara tumpukan informasi.

Kita menyaksikan bagaimana gawai di tangan siswa bisa menjadi jendela ilmu pengetahuan sekaligus pintu masuk hoaks dan ujaran kebencian. Tanpa kesadaran kritis, mereka bisa menjadi korban, bahkan tanpa sadar ikut menyebarkan ancaman yang merusak persatuan bangsa. Di sinilah literasi digital menjadi wajah baru bela negara.

Sekolah sebagai Benteng Bela Negara

Kita percaya, ruang kelas adalah benteng kebangsaan. Di sanalah generasi muda ditempa, bukan hanya dengan buku dan angka, tetapi dengan nilai, kesadaran, dan kepekaan hati. Di dalamnya, pengetahuan bertemu dengan karakter, dan ilmu berpadu dengan kebijaksanaan.

Setiap percakapan, setiap pertanyaan, bahkan setiap keheningan dalam proses belajar adalah kesempatan untuk menanamkan rasa cinta tanah air. Di balik diskusi yang tampak sederhana, tersembunyi latihan berpikir kritis agar siswa tidak mudah terombang-ambing oleh derasnya informasi. Di balik kerja sama antarsiswa, lahir semangat kebersamaan yang menjadi jantung peradaban bangsa.

Ruang pendidikan adalah tempat di mana nilai kejujuran, disiplin, dan kepedulian tumbuh secara alami. Dari sana, siswa belajar bahwa cinta tanah air bukan hanya tentang simbol-simbol besar, melainkan tentang kebiasaan kecil yang terus dipelihara: saling menghargai, berbagi peran, menegakkan integritas, dan menjaga harmoni.

Bagi kita, tulah hakikat bela negara di sekolah: menyiapkan generasi yang bukan hanya cerdas dalam pikiran, tetapi juga teguh dalam jiwa, sehingga kelak mereka mampu menjaga Indonesia, bukan hanya di batas wilayah, tetapi juga di batas kesadaran dan peradaban.

Budaya Nusantara sebagai Sumber Kekuatan

Kita meyakini, kearifan Nusantara adalah fondasi bela negara yang tak lekang oleh waktu. Nilai gotong royong, musyawarah, toleransi, dan kesetiaan pada tanah air adalah warisan luhur yang harus dihidupkan di sekolah. Jika dahulu nilai ini diwujudkan dengan perlawanan fisik terhadap penjajahan, kini diwujudkan dengan menjaga persatuan, melawan disinformasi, dan meneguhkan identitas bangsa di ruang maya.

Bela Negara sebagai Literasi Jiwa

Bela negara hari ini bukan sekadar jargon, tetapi literasi jiwa. Ia hadir ketika kita : Cerdas memilah informasi, bijak menggunakan teknologi, menolak provokasi yang memecah belah, menjadikan ilmu pengetahuan sebagai senjata peradaban.

Jika dulu para pahlawan mengangkat bambu runcing, hari ini kita mengangkat literasi. Jika dulu mereka menghadapi peluru, hari ini kita menghadapi hoaks dan degradasi moral. Dan jika dulu mereka menjaga batas tanah air, hari ini kita menjaga batas kesadaran dan identitas bangsa.

Tugas Kita Sebagai Pendidik

Sebagai pendidik, kita merasa terpanggil untuk menjadikan sekolah sebagai benteng bela negara. Sebuah tempat di mana generasi tidak hanya cerdas secara akademik, tetapi juga kuat secara moral dan tangguh dalam menjaga negeri.

Di ruang kelas, di layar gawai, hingga di dunia maya, kita semua sedang diuji: apakah kita sekadar pengguna teknologi, atau pejuang digital yang menjaga Indonesia dengan kesadaran, literasi, dan cinta tanah air?

Mari kita teguhkan kembali semangat ini. Karena pada akhirnya, bela negara adalah tentang kesetiaan pada bangsa, kejujuran pada diri, dan cinta yang tak pernah usai kepada Indonesia.

 

No comments:

Post a Comment

Urgensi Servant Leadership di Era Ketidakpastian: Ketika Kepercayaan Menjadi Mata Uang Kepemimpinan

Di tengah perubahan sosial yang semakin cepat, pembahasan mengenai trust dalam kepemimpinan terus mengemuka. Tidak hanya di ranah pemerintah...