Namun, aturan akan kehilangan esensinya jika hanya dipahami sebagai sekadar administrasi. Ketika aturan berhenti pada prosedur, tanda tangan, atau laporan tanpa mengarah pada tujuan yang sebenarnya, maka aturan itu justru bisa menjadi hambatan. Substansi dari program atau pekerjaan akan memudar, digantikan oleh rutinitas administratif yang kurang bermakna.
Di sinilah pentingnya motivasi intrinsik dan altruistik. Motivasi intrinsik adalah dorongan dari dalam diri seseorang untuk bekerja dengan sepenuh hati karena merasa pekerjaannya bernilai, menantang, dan memberikan kepuasan batin. Sementara itu, motivasi altruistik tumbuh dari semangat untuk memberi manfaat bagi orang lain, masyarakat, dan lingkungan. Keduanya menjadi penggerak yang jauh lebih kuat daripada sekadar kepatuhan pada aturan.
Profesionalisme akan berkembang dengan pesat jika didorong oleh motivasi intrinsik dan altruistik. Seorang pendidik, tenaga kesehatan, atau siapa pun yang bekerja dengan dorongan hati dan kepedulian sosial, akan menampilkan dedikasi yang berbeda. Mereka tidak sekadar bekerja karena “harus,” tetapi karena “ingin” dan “terpanggil.” Dalam konteks ini, aturan hanya berperan sebagai pemicu awal, memberikan arah, dan menjaga keteraturan. Sementara itu, yang benar-benar menumbuhkan profesionalisme adalah kesadaran batin dan kepedulian terhadap sesama.
Dengan demikian, aturan dan motivasi tidak perlu dipertentangkan. Aturan dibutuhkan sebagai pagar dan penuntun, sementara motivasi intrinsik dan altruistik adalah energi yang menghidupkan serta mempercepat kemajuan. Jika keduanya berjalan seimbang, maka profesionalisme akan tumbuh bukan hanya sebagai kewajiban formal, tetapi sebagai budaya kerja yang bermakna dan berkelanjutan.

No comments:
Post a Comment