Talent adalah anugerah bawaan, namun pengelolaannya adalah tanggung jawab pribadi. Kita tidak bisa memilih bakat apa yang diberikan, tetapi kita bisa memilih seberapa dalam kita menekuninya. Inilah wilayah kendali kita—upaya, disiplin, dan proses belajar.
Bakat tanpa ketekunan hanyalah potensi yang tertidur. Sementara kerja keras tanpa arah bisa membuat lelah tanpa hasil. Maka, tekunilah apa yang ada dalam genggaman: belajar, berlatih, memperbaiki diri. Inilah bentuk kesadaran bahwa keberhasilan bukan soal seberapa besar bakat, tetapi seberapa besar kesungguhan untuk mengasahnya.
Sementara luck berada di sisi lain dari kendali kita. Kita tidak bisa mengatur kapan kesempatan datang, atau dalam situasi apa keberuntungan berpihak. Namun, kita bisa membuka diri terhadap kemungkinan. Orang yang berpikir positif, mudah bergaul, dan berani mencoba hal baru, cenderung lebih sering “bertemu” dengan keberuntungan.
Menyadari bahwa keberuntungan tidak selalu bisa dikendalikan mengajarkan kita untuk pasrah dalam pengertian yang aktif—bukan menyerah, tetapi percaya pada proses. Kita menanam dengan sungguh-sungguh, namun tidak memaksa hasil. Kita berikhtiar sepenuh hati, lalu menyerahkan hasilnya kepada Tuhan.
Hidup menjadi seimbang ketika kita tahu batas antara usaha dan takdir. Kita menekuni bakat sebagai bentuk tanggung jawab, sekaligus berserah terhadap keberuntungan sebagai bentuk keimanan. Dalam titik keseimbangan ini, kita menemukan ketenangan batin: tidak terlalu cemas terhadap hal yang tak bisa kita kendalikan, dan tidak lengah terhadap hal yang masih bisa kita usahakan.
Prinsip ini sejalan dengan ajaran para filsuf Stoa—bahwa kebahagiaan terletak pada kemampuan membedakan apa yang bisa dan tidak bisa kita kendalikan. Kita tidak mengatur arah angin, tetapi kita bisa mengatur layar kapal. Begitu pula dalam hidup: kita tidak bisa menentukan kapan keberuntungan datang, tetapi kita bisa mempersiapkan diri agar siap saat ia menghampiri.
Kesuksesan sejati bukan hanya hasil dari talent atau luck, tetapi dari harmoni antara keduanya. Talent membuat kita mampu, luck membuat kita berkesempatan. Namun, di atas semua itu, kebijaksanaan membuat kita tenang: menekuni yang bisa kita kerjakan, dan menerima dengan lapang hati apa yang terjadi di luar kuasa kita.
Wallāhu a‘lam biṣ-ṣawāb
.png)
No comments:
Post a Comment