Monday, September 29, 2025

Bela Negara: Menghidupkan Kembali Jiwa Nasionalisme dan Patriotisme

Indonesia bukanlah sekadar hamparan tanah, lautan, dan pegunungan yang membentang dari Sabang sampai Merauke. Indonesia adalah rumah besar, tempat lahir dan tumbuhnya peradaban, serta warisan suci dari para pendiri bangsa yang rela berkorban dengan darah dan air mata demi meraih kemerdekaan. Pertanyaannya: apakah kita, generasi hari ini, masih memiliki semangat yang sama untuk menjaganya?

Hari ini kita tidak lagi menghadapi penjajah bersenjata yang datang dari laut atau daratan asing. Musuh kita kini hadir dalam bentuk yang lebih halus namun berbahaya: perpecahan akibat kebencian, intoleransi, berita bohong, serangan ideologi asing, hingga lunturnya rasa cinta tanah air di kalangan generasi muda. Semua itu dapat menjadi ancaman nyata yang perlahan menggerogoti persatuan dan ketahanan bangsa.

Inilah saatnya kita menyadari bahwa bela negara bukan hanya tugas tentara di medan perang, tetapi kewajiban setiap warga negara. Seorang guru yang mendidik dengan kejujuran, seorang pelajar yang belajar dengan tekun, seorang petani yang setia mengolah tanah demi pangan bangsa, hingga masyarakat yang menjaga kerukunan di lingkungannya—semua itu adalah wujud nyata bela negara.

Nasionalisme dan patriotisme harus kita hidupkan kembali, bukan dalam bentuk slogan, melainkan dalam tindakan nyata. Nasionalisme adalah rasa memiliki terhadap tanah air, sementara patriotisme adalah keberanian untuk berkorban demi bangsa. Tanpa keduanya, Indonesia akan rapuh, mudah dipecah belah, dan kehilangan arah.

Mari kita renungkan: apa arti merdeka jika generasi mudanya kehilangan kecintaan pada bangsanya sendiri? Apa makna kemajuan jika di balik kemegahan teknologi, kita justru terjebak dalam pertikaian dan hilang rasa persaudaraan? Jawaban dari pertanyaan itu adalah bela negara sebagai gerakan moral, gerakan hati, dan gerakan bersama.

Bela negara adalah tekad untuk menjaga persatuan, melestarikan budaya, mengamalkan Pancasila, serta memastikan bahwa Indonesia tetap tegak di tengah arus globalisasi. Ia adalah panggilan nurani yang mengingatkan kita bahwa kemerdekaan ini bukan hadiah, melainkan hasil perjuangan yang harus terus dijaga.

Kini, saatnya kita menjawab panggilan sejarah. Mari kita buktikan kecintaan pada negeri ini dengan menjaga persatuan, menolak segala bentuk perpecahan, dan mengabdi sesuai peran kita masing-masing. Karena sejatinya, Indonesia tidak menuntut kita menjadi pahlawan yang sempurna, tetapi menunggu kita untuk menjadi warga negara yang setia, berani, dan bertanggung jawab.

Hanya dengan jiwa nasionalisme yang membara dan sikap patriotisme yang nyata, Indonesia akan terus kokoh berdiri, menjadi bangsa yang besar, bermartabat, dan disegani dunia.

Friday, September 26, 2025

Diklat Pembentukan Fasilitator Bela Negara Gelombang II TA 2025 Resmi Ditutup: Lahir Kader Bangsa Siap Mengabdi untuk Negeri

Bogor, 26 September 2025 – Kementerian Pertahanan Republik Indonesia melalui Pusat Pendidikan dan Pelatihan (Pusdiklat) Bela Negara resmi menutup kegiatan Diklat Pembentukan Fasilitator Bela Negara Gelombang II Tahun Anggaran 2025 yang telah berlangsung pada 8–26 September 2025 di Rumpin, Bogor.

Kegiatan ini diikuti oleh 50 peserta dari berbagai daerah dan latar belakang, termasuk tokoh masyarakat, tokoh agama, kader organisasi, serta perwakilan dari berbagai komunitas dan instansi Pemerintah. Tujuannya adalah untuk membentuk fasilitator yang siap menjadi penggerak dalam menanamkan lima nilai dasar Bela Negara di masyarakat: cinta tanah air, sadar berbangsa dan bernegara, setia pada Pancasila sebagai ideologi negara, rela berkorban untuk bangsa dan negara, serta memiliki kemampuan awal Bela Negara.

Dalam acara penutupan, Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan Bela Negara, Brigjen TNI Ferry Trisnaputra, S.E., M.A., M.S.P., menyampaikan pesan yang sarat dengan rasa bangga, motivasi, dan harapan besar kepada seluruh peserta.

“Saya merasa bangga melihat semangat para peserta yang tidak hanya datang dari berbagai latar belakang, tetapi juga menunjukkan integritas, loyalitas, dan nasionalisme yang tinggi. Kalian semua adalah kader-kader bangsa yang siap menjadi agen perubahan dalam menanamkan nilai-nilai Bela Negara di tengah masyarakat,” ujarnya dengan penuh semangat.

Beliau menekankan bahwa fasilitator Bela Negara memiliki peran strategis dalam memperkuat ketahanan nasional dari aspek non-militer, khususnya melalui pendidikan karakter, wawasan kebangsaan, dan penguatan nilai-nilai Pancasila.

Di akhir pesannya, Kapusdiklat berharap agar seluruh alumni diklat dapat menjadi contoh dan penggerak di lingkungannya masing-masing, serta menjaga semangat Bela Negara dalam setiap tindakan dan pengabdian. “Teruslah menjadi pribadi yang menginspirasi. Jadilah pembawa nilai-nilai kebangsaan yang hidup dan nyata. Indonesia membutuhkan kalian,” pungkasnya.

Selama hampir tiga minggu, peserta mengikuti berbagai materi, mulai dari wawasan kebangsaan, strategi sosialisasi, pemahaman ancaman aktual, hingga praktik microteaching. Mereka juga menjalani simulasi lapangan dan kegiatan penguatan fisik-mental.

Acara penutupan ditandai dengan penyematan tanda kelulusan secara simbolis kepada perwakilan peserta. Suasana semakin khidmat dan penuh semangat ketika yel-yel Bela Negara menggema, menandai lahirnya para fasilitator baru yang siap mengabdi demi bangsa dan negara.

Dengan berakhirnya Diklat Gelombang II TA 2025 ini, Indonesia telah melahirkan ratusan fasilitator Bela Negara yang siap menjadi agen diseminasi nilai kebangsaan di seluruh pelosok tanah air. Mereka bukan hanya alumni sebuah diklat, tetapi bagian dari garda terdepan dalam memperkokoh ketahanan nasional di tengah dinamika global yang penuh tantangan.

Friday, September 12, 2025

Bela Negara: Pilar Kebangsaan di Era Global


Diklat Pembentukan Fasilitator Bela Negara Gelombang II TA. 2025

๐Ÿ“… 8 – 26 September 2025
๐Ÿ“Pusat Pendidikan Bela Negara, BPSDM Pertahanan, Kemhan RI


Kementerian Pertahanan melalui Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertahanan (BPSDM Pertahanan) kembali menyelenggarakan Diklat Pembentukan Fasilitator Bela Negara Gelombang II TA. 2025. Kegiatan ini berlangsung mulai 8 hingga 26 September 2025 di Pusat Pendidikan Bela Negara, dan diikuti oleh para peserta dari berbagai latar belakang dengan semangat yang sama: memperkuat kecintaan kepada tanah air dan mengasah kompetensi untuk menjadi agen penggerak nilai-nilai bela negara.

Upacara Pembukaan: Momentum Peneguhan Komitmen

Diklat resmi dibuka pada Senin, 8 September 2025. Brigjen TNI Ferry Trisnaputra, S.E., M.A., M.S.P., selaku Kapusdiklat Bela Negara Badiklat Kemhan, bertindak sebagai Inspektur Upacara. Dalam amanatnya, beliau menekankan bahwa fasilitator bukan sekadar penyampai materi, melainkan juga teladan dan inspirator. Pesan ini menjadi titik tolak bagi peserta untuk menata niat dan komitmen selama mengikuti pendidikan.

Rangkaian Kegiatan Minggu Pertama

Sejak hari pertama, peserta langsung dihadapkan pada padatnya agenda. Hal ini bukan semata-mata untuk menguji ketahanan fisik dan mental, tetapi juga untuk melatih daya juang dan kebersamaan.

  1. Pembinaan Disiplin dan Karakter
    Melalui apel pagi dan malam, pengibaran serta penurunan bendera, hingga latihan baris-berbaris, peserta belajar tentang keteraturan dan tanggung jawab. Kegiatan sederhana namun konsisten ini menumbuhkan kesadaran bahwa disiplin adalah fondasi kepemimpinan.

  2. Materi Akademik dan Strategis
    Peserta mendapatkan materi Building Learning Commitment (BLC) untuk menumbuhkan motivasi belajar. Selain itu, mereka dilatih menyusun perangkat penting seperti RPP, RBPMP, RGB, hingga Renlap. Kehadiran narasumber dari LAN RI menambah bobot materi, terutama dalam aspek manajemen pendidikan dan pelatihan.

  3. Penguatan Kompetensi Fasilitator
    Melalui teori dan praktik fasilitasi, peserta tidak hanya belajar menyampaikan informasi, tetapi juga menghidupkan suasana belajar yang partisipatif. Latihan presentasi menjadi ajang uji keberanian sekaligus refleksi atas gaya komunikasi masing-masing peserta.

  4. Pembinaan Kesadaran Bela Negara
    Diskusi seputar nilai dasar bela negara dan pemahaman Sistem Pertahanan Semesta membuka cakrawala berpikir bahwa pertahanan negara bukan hanya tugas militer, tetapi panggilan seluruh warga negara.

Narasi Semangat dan Argumentasi Pentingnya Diklat

Minggu pertama ini menjadi cerminan betapa Diklat Fasilitator Bela Negara tidak hanya mentransfer pengetahuan, melainkan juga membentuk sikap dan karakter. Disiplin, wawasan kebangsaan, serta keterampilan fasilitasi adalah tiga pilar utama yang ditanamkan.

Mengapa ini penting?

  • Karena tantangan bangsa ke depan bukan hanya ancaman militer, tetapi juga ancaman nonmiliter: ideologi, budaya, hingga disrupsi teknologi.

  • Karena fasilitator adalah ujung tombak dalam mengimbaskan semangat bela negara ke berbagai lini masyarakat.

  • Karena hanya dengan membangun generasi yang berintegritas dan berdaya saing, Indonesia dapat berdiri kokoh menghadapi arus globalisasi.

Minggu pertama Diklat ini membuktikan bahwa semangat bela negara bukanlah jargon, tetapi praktik nyata yang harus ditumbuhkan lewat disiplin, pembelajaran, dan pengabdian. Dengan bekal yang diperoleh, peserta semakin siap melangkah ke minggu berikutnya, hingga akhirnya dapat mengemban tugas sebagai Fasilitator Bela Negara yang tangguh, inspiratif, dan berdedikasi bagi bangsa. ๐Ÿ‡ฎ๐Ÿ‡ฉ

Saturday, September 6, 2025

Aturan, Motivasi Intrinsik, dan Altruistik: Fondasi Pertumbuhan Profesionalisme

Dalam setiap organisasi atau lingkungan kerja, aturan memiliki peranan penting untuk memastikan keteraturan, arah, serta keterlaksanaan program. Aturan membantu semua pihak bergerak dengan standar yang sama, sehingga tujuan bersama lebih mudah tercapai. Tanpa aturan, setiap orang berpotensi berjalan dengan caranya masing-masing, yang pada akhirnya membuat pencapaian tujuan menjadi kabur dan tidak terukur.

Namun, aturan akan kehilangan esensinya jika hanya dipahami sebagai sekadar administrasi. Ketika aturan berhenti pada prosedur, tanda tangan, atau laporan tanpa mengarah pada tujuan yang sebenarnya, maka aturan itu justru bisa menjadi hambatan. Substansi dari program atau pekerjaan akan memudar, digantikan oleh rutinitas administratif yang kurang bermakna.

Di sinilah pentingnya motivasi intrinsik dan altruistik. Motivasi intrinsik adalah dorongan dari dalam diri seseorang untuk bekerja dengan sepenuh hati karena merasa pekerjaannya bernilai, menantang, dan memberikan kepuasan batin. Sementara itu, motivasi altruistik tumbuh dari semangat untuk memberi manfaat bagi orang lain, masyarakat, dan lingkungan. Keduanya menjadi penggerak yang jauh lebih kuat daripada sekadar kepatuhan pada aturan.

Profesionalisme akan berkembang dengan pesat jika didorong oleh motivasi intrinsik dan altruistik. Seorang pendidik, tenaga kesehatan, atau siapa pun yang bekerja dengan dorongan hati dan kepedulian sosial, akan menampilkan dedikasi yang berbeda. Mereka tidak sekadar bekerja karena “harus,” tetapi karena “ingin” dan “terpanggil.” Dalam konteks ini, aturan hanya berperan sebagai pemicu awal, memberikan arah, dan menjaga keteraturan. Sementara itu, yang benar-benar menumbuhkan profesionalisme adalah kesadaran batin dan kepedulian terhadap sesama.

Dengan demikian, aturan dan motivasi tidak perlu dipertentangkan. Aturan dibutuhkan sebagai pagar dan penuntun, sementara motivasi intrinsik dan altruistik adalah energi yang menghidupkan serta mempercepat kemajuan. Jika keduanya berjalan seimbang, maka profesionalisme akan tumbuh bukan hanya sebagai kewajiban formal, tetapi sebagai budaya kerja yang bermakna dan berkelanjutan.

Wednesday, September 3, 2025

Pentingnya Literasi dalam Kehidupan Digital: Dari Data Menuju Kebijaksanaan

Di era digital saat ini, literasi bukan sekadar kemampuan membaca dan menulis, melainkan keterampilan berpikir kritis dalam menghadapi derasnya arus informasi. Dunia digital menghadirkan peluang luar biasa: data tersedia dalam jumlah yang sangat besar, dapat diakses kapan pun, dan dari berbagai sumber. Namun, di balik peluang itu tersimpan tantangan besar, yaitu bagaimana kita dapat mengolah data menjadi informasi, kemudian menjadi pengetahuan, hingga akhirnya bermakna dalam kehidupan dan membentuk kebijaksanaan.

Dari Data Menuju Kebijaksanaan

Proses literasi di era digital sesungguhnya adalah perjalanan intelektual:

  1. Data → potongan fakta yang belum bermakna.

  2. Informasi → data yang telah disusun, dianalisis, dan diberi konteks.

  3. Pengetahuan → informasi yang dipahami dan dihubungkan dengan pengalaman maupun teori.

  4. Kebermaknaan → pengetahuan yang dapat diterapkan dalam kehidupan nyata.

  5. Kebijaksanaan → puncak dari literasi, ketika seseorang mampu menggunakan pengetahuan secara arif untuk membuat keputusan dan mengatur diri.

Tanpa literasi yang baik, seseorang hanya akan tenggelam dalam lautan data, tanpa mampu menemukan arah makna yang bermanfaat bagi dirinya.

Literasi Digital sebagai Kebutuhan Semua Insan

Kemampuan literasi digital adalah kebutuhan universal. Bukan hanya pelajar, guru, atau akademisi, melainkan semua insan yang hidup di era digital ini. Literasi digital memungkinkan seseorang untuk:

  • Mengeksplorasi data secara kritis dengan mempertanyakan sumber, keabsahan, dan relevansi.

  • Memilah dan memilih informasi sesuai kebutuhan, bukan sekadar menerima apa adanya.

  • Mengintegrasikan pengetahuan ke dalam pemikiran nalar untuk membangun pemahaman yang lebih mendalam.

  • Meregulasi diri dengan bijak, sehingga tidak mudah terprovokasi atau terjebak pada informasi yang menyesatkan.

Ancaman Hoaks di Era Digital

Salah satu tantangan terbesar literasi digital adalah maraknya hoaks. Dengan kecanggihan teknologi, siapa pun dapat merekayasa teks, gambar, bahkan video hingga terlihat sangat meyakinkan. Hoaks dapat menyebar dengan cepat, memengaruhi opini publik, bahkan menimbulkan perpecahan sosial.

Oleh karena itu, bijak berliterasi berarti memiliki sikap skeptis yang sehat: tidak langsung percaya pada setiap informasi, selalu memverifikasi keaslian sumber, dan membandingkan dengan referensi yang kredibel. Dengan cara ini, kita tidak hanya melindungi diri sendiri, tetapi juga berkontribusi pada kesehatan ekosistem digital.

Menuju Kebijaksanaan Digital

Literasi digital yang cerdas akan membawa setiap individu pada titik kebijaksanaan digital, yaitu kemampuan untuk:

  • Menggunakan teknologi untuk tujuan positif.

  • Mengembangkan pemikiran kritis dan reflektif.

  • Menjadi pribadi yang mandiri dalam mengambil keputusan.

  • Menyebarkan informasi yang benar dan bermanfaat.

Dengan demikian, literasi digital bukan sekadar keterampilan teknis, tetapi juga fondasi etis dan filosofis dalam kehidupan modern.

Literasi di era digital adalah jembatan dari data menuju kebijaksanaan. Hal ini menuntut kemampuan untuk mengeksplorasi, memilah, dan memaknai informasi secara kritis, sehingga kita tidak hanya menjadi konsumen pasif, tetapi juga produsen pengetahuan yang bijak. Dalam dunia yang penuh dengan informasi palsu dan manipulasi, bijak berliterasi adalah kunci untuk menjaga martabat diri dan kemajuan peradaban

Urgensi Servant Leadership di Era Ketidakpastian: Ketika Kepercayaan Menjadi Mata Uang Kepemimpinan

Di tengah perubahan sosial yang semakin cepat, pembahasan mengenai trust dalam kepemimpinan terus mengemuka. Tidak hanya di ranah pemerintah...