Monday, November 24, 2025

Refleksi di Hari Guru Nasional 2025

Hari Guru Nasional tahun ini mengusung tema “Guru Hebat, Indonesia Kuat”

Tema yang menggugah, namun juga mengundang pertanyaan: apa makna guru hebat dalam sistem pendidikan yang masih penuh tantangan? Dan lebih penting lagi, apakah beban mewujudkan “Indonesia Kuat” hanya diletakkan di pundak guru?

Berkaca dari Surat Edaran Peringatan Hari Guru Nasional 2025, terdapat beberapa hal reflektif yang sangat relevan untuk memperluas percakapan tentang kualitas pendidikan di Indonesia.

Guru sebagai Pelita: Antara Penghormatan dan Realitas Lapangan

Dalam pedoman upacara, tertulis bahwa guru telah memiliki peran historis sejak masa perjuangan bangsa, sebagai penanam semangat nasionalisme dan pembangun karakter pemuda, Bahkan dalam lagu Hymne Guru dan Terima Kasih Guruku, sosok guru digambarkan sebagai: pelita dalam kegelapan, embun penyejuk, patriot pembangunan bangsa. Namun, refleksi pentingnya adalah: apakah penghormatan ini benar-benar diterjemahkan menjadi kebijakan yang memudahkan guru?

Guru dihormati secara simbolik setiap 25 November, bahkan diwajibkan menggunakan pakaian adat dan mengikuti upacara yang megah. Tetapi pada hari-hari biasa, guru masih berjibaku dengan administrasi berlapis, perubahan kebijakan yang cepat, kesenjangan sarana prasarana antarwilayah, tuntutan publik yang kadang tidak seimbang dengan dukungan sistem.

Di sinilah ironi sering muncul: guru diagungkan dalam seremoni, tetapi tidak selalu diberdayakan dalam kebijakan.

Birokrasi Pendidikan: Sudahkah “Meneladani” Semangat Guru?

Dalam pedoman HGN 2025, salah satu tujuan resminya adalah meningkatkan kesadaran masyarakat dan para pemangku kepentingan akan peran strategis guru. Ini tentu mencakup kementerian, dinas pendidikan, dan semua struktur birokrasi. Namun, apakah birokrasi sudah menjadi teladan bagi guru dalam komitmen, keteladanan, konsistensi kebijakan, pengurangan beban administratif, dan memberikan ruang inovasi?

Kita jarang bertanya: Hari Guru Nasional ini, apakah birokrasi juga mau direfleksi?

Momentum ini seharusnya tidak hanya menjadi ajang guru dipuji, tetapi juga dinas pendidikan mengevaluasi layanan supervisi, kementerian meninjau efektivitas kebijakan secara menyeluruh.

Tanpa refleksi birokrasi, guru tetap berjuang sendirian dalam sistem yang tidak sepenuhnya mendukung.

Tema “Guru Hebat, Indonesia Kuat”: Refleksi atas Kesenjangan Ide dan Realita

Tema tahun ini sangat kuat secara retoris. Namun refleksi kritisnya adalah:

  • Bisakah guru menjadi hebat jika sistemnya tidak mendukung?
  • Bisakah Indonesia kuat jika guru dibiarkan berjalan sendiri?

Apakah kebijakan pendidikan sudah benar-benar memberi kemerdekaan, atau justru menambah interpretasi baru yang membingungkan?

Tema besar harus dipadankan dengan kebijakan besar pula. Bila tidak, ini hanya menjadi slogan tahunan yang tidak menyentuh hakikat perubahan.

Momen Refleksi Kolektif: Semua Pihak Harus Berkaca

Hari Guru Nasional tidak boleh menjadi cermin yang hanya diarahkan ke guru.

Ini harus menjadi cermin besar bagi seluruh ekosistem pendidikan: 

  • Sudahkah kita sebagai guru mempraktikkan pembelajaran bermakna, bukan sekadar mengikuti format?
  • Sudahkah kita sebagai kepala sekolah menciptakan budaya sekolah yang kondusif dan humanis?
  • Sudahkah kita sebagai pejabat birokrasi benar-benar membina, bukan sekadar memeriksa berkas?
  • Sudahkah kementerian pendidikan konsisten dalam kebijakan dan memberi ruang dialog sebelum perubahan besar?
  • Sudahkah kita sebagai masyarakat menyadari bahwa pendidikan adalah tanggung jawab bersama?

Inilah refleksi kolektif yang wajib kita lakukan sebagai bangsa.

Hari Guru Nasional tahun ini dapat menjadi momentum untuk menyatakan komitmen baru, bahwa pendidikan Indonesia akan bergerak maju hanya jika guru dan birokrasi bekerja selaras.

Tema “Guru Hebat, Indonesia Kuat” mengajak kita memahami bahwa guru hebat memerlukan sistem yang hebat, birokrasi yang kuat harus hadir untuk memerdekakan guru, bukan membebaninya, perayaan harus sejalan dengan perbaikan nyata.

Jika seluruh pemangku kepentingan mau bercermin dengan jujur, maka pendidikan Indonesia tidak hanya merayakan Hari Guru, tetapi benar-benar menghargai guru melalui tindakan dan kebijakan yang lebih relevan, berkelanjutan, dan berdampak.

No comments:

Post a Comment

Urgensi Servant Leadership di Era Ketidakpastian: Ketika Kepercayaan Menjadi Mata Uang Kepemimpinan

Di tengah perubahan sosial yang semakin cepat, pembahasan mengenai trust dalam kepemimpinan terus mengemuka. Tidak hanya di ranah pemerintah...